Di buat sebagai sarana DATABASE bersama
Anggaplah informasi di artikel ini sebagai kepingan Petunjuk
Bisa jadi alur kisah tidak sempurna,karena petunjuknya belumlah terlengkapi
Atau mungkin kepingan dan petunjuk yang lain itu anda yang punya
mari berbagi informasi dan anda bisa berbagi di kolom komentar
Terima Kasih
Selasa, 10 Desember 2019
apakah Salah satu bukti terjemahan yg salah?
Bismillahirrahmaanirrahiim...
SALAH SATU penggalan ayat yang paling Unik dan Menarik untuk di Tafakuri...QS.Ar-Rad 11
HABIS GELAP (tulinya pendengaran, butanya mata, matinya hati) TERBITLAH TERANG (Cahaya, petunjuk, terbukanya kesadaran).
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d : 11.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(Q. S. [13] :11)
Dalam makna ayat ini menggelitik hati perlu di Kaji dan benar-benar difahami...
Sepintas ada kejanggalan makna teksnya, seakan-akan usaha sendiri lebih dominan daripada kehendak Dia yang Mahakuasa.
Di mana peran Allahnya, kalau begitu..?
Kita hanya mengubah diri sendiri saja, cukup. Pasti berhasil...
Seolah-olah Allah Itu mengikuti keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan Diri mereka sendiri...
Di sisi lain, ada hadits riwayat muslim :
“Sesungguhnya Tuhanku berkata padaku:
Wahai Muhammad ! Sesungguhnya Aku kalau sudah menentukan sesuatu maka tiada seorang pun yang sanggup menolaknya”. (H. R. Muslim).
Di hadits ini, jelas Dan Gamblang bahwa "Dominasi" Dia... Keperkasaan Dia...
Dia" yang tak bisa diganggu gugat. Segala kehendak-Nya...
Ayat Al-Qur'an dengan Hadits tersebut di atas tidak sinkron/ tidak cocok...?
Hendaknya di tafakuri di kaji relevansi makna Hakekat dan maksud tujuan aslinya ayat dari Firman Allah tersebut...
“Innallaha la yughayyiru ma bi qaumin, hatta yughayyiru ma bi anfusihim.”
Terjemahan real-nya, bukan interpretatif, adalah :
“Sesungguhnya Allah tidak merubah ‘apa-apa/keadaan yang ada pada suatu kaum’ (ma bi qaumin), hingga mereka mengubah apa-apa/keadaan yang ada pada jiwa-jiwa mereka (ma bi anfusihim).’
Inti permasalahan dalam penggalan ayat tersebut adalah dalam teks terjemahannya. Apa-apa yang ada/keadaan yang ada pada jiwa-jiwa mereka 👉
diterjemahkan jadi Keadaan diri mereka sendiri.
Di sinilah pokok inti yang menyebabkan beda pemahamannya. jadi seakan-akan, seseorang bisa mengubah Diri.
Dan setiap diri bisa mengubahnya.
Padahal artinya adalah, ‘Kalau seseorang mengubah jiwanya, maka "Allah" pun akan memperbaiki keadaan/kondisi jiwanya’...
Nafs, adalah 👉 ‘jiwa’. Jamaknya, anfus 👉Jiwa-jiwa
Apa itu ‘apa-apa yang ada pada jiwa’, atau ‘keadaan jiwa’ yang harus diubah, sehingga Allah berkenan merubah kita..?
Apa-apa yang ada pada/bersama jiwa (bi anfus), adalah 👉 Hawa nafsu...
Keadaan jiwa, adalah jiwa yang masih dalam tingkat keadaan ‘jiwa yang mengajak pada 👉 keburukan’ (nafs ammarah bis su’) atau ‘jiwa yang terombang ambing antara perbuatan dan penyesalan’ (nafs lawwamah)...
Diangkat naik menjadi jiwa yang tinggi 👉 jiwa yang tenang (nafs mutma’innah)...
Nah...
Jika sudah demikian ayat dan hadits, tersebut jadi sinkron dan klop (cocok) Kalau kita memperbaiki kondisi jiwa kita dan hawa nafsu kita, tentu saja Allah swt akan memperbaiki kita sebagai 👉 Insan...
Dengan Kata lain, kalau kita mau berubah, Ya cukup kita sendirilah berurusan dengan hawa nafsu kita, dan Allah akan memperbaiki seluruh semesta insan kita yang lainnya...
Lahir dan batin...
Di sinilah semakin Nampak dan terlihat Jelas, kepada kita, Betapa Maha Pemurahnya Allah pada hamba-hamba yang bertaubat, Subhanallah...!
Tafakari dan Fahami bahwa, arti ayat itu bukan, ‘kita usaha, maka kita bisa’.
Makna teks, kalau tidak difahami konteksnya cendrung ‘meleset’ dan biasanya cenderung dieksploitasi secara tidak pada tempatnya, seperti untuk keuntungan-keuntungan jangka pendek...
Inti Sari...
Maksud ayat tersebut adalah" ubahlah kondisi jiwa kita (agar tidak lagi terbelenggu hawa nafsu), maka Allah akan mengubah keadaan kita."
Wallahu 'Alam Bish Shawab...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar