Penemuan paling awal keberadaan radiolaria di Indonesia adalah seperti yang diusulkan oleh GJ Hinde. Laporan radiolaria yang dikirim Mesozoikum ditemukan di Pulau Buton (1897), di Kalimantan Barat (1900), dan di Sulawesi Tengah (1917). Dilakukan tinjauan yang lebih komprehensif dilakukan oleh Tan Sin Hok (1927) atas deskripsi radiolaria dari Pulau Rote. Nama-nama spesies radiolaria ikut sketsa hasil karya Tan Sin Hok turut menjadi referensi bagi peneliti radiolaria di dunia. Nama Tan Sin Hok menjadi identik dengan radiolaria di Indonesia, namun banyak di antara kita tak mengenalnya (lihat: Tan Sin Hok: Ahli Foram Kelas Dunia dari Cianjur).
Kepulauan Indonesia yang menjadi tempat pertemuan tiga lempeng dunia, sudah pasti menjadi etalase penyimpan rekaman sejarah pembentukan kulit Bumi. Salah satu rekaman itu berasal dari catatan yang dimiliki radiolaria. Selain penunjuk Lingkungan tempat radiolaria diendapkan, radiolaria juga dipakai sebagai alat pengganti umur batu. Dalam putaran antara tahun 1990-1998, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI bekerja sama dengan Survei Geologi Jepang, Universitas Nagoya dan Universitas Tsukuba, Jepang melakukan penelitian radiolaria di daerah Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitiannya telah dipublikasikan di beberapa makalah internasional.
source: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Radiolaria
Pic IG : oldworldnewworld
Kenapa Fosil Radiolaria di Indonesia dan Mediterania Identik Sama?
Paleontologi mempelajari banyak sekali jenis hewan purba yang telah punah hingga yang masih tersisa sampai saat ini, salah satunya adalah radiolaria.
Radiolaria merupakan hewan bercangkang silika (SiO2) yang hidup sejak zaman Trias (252 juta tahun lalu) hingga saat ini. Radiolaria hidup secara planktonik, mengapung bebas pada kolom air, serta umum dijumpai pada lingkungan laut terbuka pada kedalaman antara 0 hingga 500 meter di bawah permukaan air laut.
Kenapa fosil radiolaria umur Jura di Indonesia dan Mediterania identik sama? Karena perairan yang kini menjadi Indonesia pada zaman Jura terhubung atau merupakan bagian dari laut yang sama dengan yang kini disebut sebagai Mediterania. Pada zaman Trias-Jura-Kapur atau Mesozoikum (antara 252-66 juta tahun yang lalu), Indonesia dan Mediterania merupakan bagian dari Laut Tethys.
Laut Purba yang membentang sepanjang khatulistiwa, memisahkan super benua Gondwana di bagian selatan dan super benua Laurasia di bagian utara. Indonesia berada di sebelah timur bersama Australia, sedangkan Mediterania berada di sebelah barat bersama Afrika
Karena masih dalam satu sistem laut yang sama dengan posisi lintang yang mirip, maka keanekaragaman radiolaria di Indonesia dan Mediterania relatif sama. Keberagaman radiolaria berumur Mesozoikum di Indonesia sebenarnya tidak hanya identik dengan Mediteranian saja, namun juga identik dengan radiolaria yang dijumpai di Afrika Utara, Madagaskar, India, China bagian tengah selatan, Jepang, bahkan di Kepulauan Karibia.
Memangnya ada radiolaria yang berbeda selain yang ada di Laut Tethys? Jawabannya, ada. Kelompok radiolaria ini disebut radiolaria air dingin yang hidup pada perairan dingin di Laut Boreal yang berada di laut kutub utara, dan radiolaria Laut Antartika di laut kutub selatan. Radiolaria pada perairan ini hidup pada ekosistem laut bersuhu dingin sehingga memiliki genus dan spesies yang berbeda dibandingkan dengan radiolaria Laut Tethys yang bersuhu hangat.
Di Indonesia juga terdapat bukti pecahnya kontinen super Gondwana yang menyebabkan Laut Tethys terhubung dengan Laut Antartika. Hal ini berdasarkan bukti paleontologi radiolaria yang menunjukkan percampuran spesies radiolaria lintang rendah (Laut Tethys) dengan radiolaria lintang tinggi (Laut Antartika). Fenomena ini dapat dijumpai pada batuan berumur Kapur Awal (145-100 juta tahun lalu) yang tersingkap di Pulau Timor, Rote, dan Sawu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar